Bola

Naturalisasi Timnas, Pertanda Krisis Pembinaan Usia Muda?

sport.fin.co.id - 09/06/2024, 12:48 WIB

Oleh: Chandra Margatama

(Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Univ Paramadina) 

SEPAKBOLA, adalah olahraga paling populer di negeri ini, dalam kurun waktu satu dekade terakhir, prestasi Timnas Indonesia dapat dikatakan mengalami pemerosotan. Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi timnas Indonesia. Sebab di tahun tersebut timnas Indonesia berada di posisi ke-179 ranking FIFA.

Ini bukanlah satu-satunya. Pada Piala AFF, Timnas Indonesia dua kali menjadi finalis (tahun 2010 dan 2016), tetapi tiga kali gagal lolos dari fase grup, tepatnya pada turnamen edisi 2012, 2014, dan 2018. Selain itu, Timnas Indonesia absen pada Piala Asia 2011, 2015, dan 2019, dan sepanjang keikutsertaan di Piala Asia, timnas Indonesia tidak pernah lolos dari fase grup. Hal serupa juga terjadi pada level Liga Indonesia. 

Baca Juga

Penurunan prestasi Timnas Indonesia pada dunia persepakbolaan kerap dikaitkan dengan kegagalan bahkan krisis pada pembinaan usia dini yang dilakukan oleh PSSI, bagaimana tidak, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 275 juta jiwa mencari 11 terbaik untuk berprestasi di Tim Nasional Indonesia saja tidak bisa?

Waktu Berlalu, hingga akhirnya terbit Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional, dan salah satu langkah yang diambil adalah kebijakan naturalisasi. Faktanya, naturalisasi melengkapi konsep “4 Sehat 5 Sempurna”. Sebelum naturalisasi, ada aspek lain yang harus terlebih dahulu dipenuhi, yakni talenta sepakbola berbakat, pelatih yang kompeten, klub yang menaungi dan mengembangkan talenta tersebut, kompetisi yang berkualitas dan sehat serta kompetitif.

Naturalisasi, Tepatkah ?

Suatu kebijakan tentu tidak bisa diterima oleh semua pihak, Kebijakan terkait naturalisasi cukup mengundang tentangan dari berbagai pihak. Dikutip dari model pembinaan semacam ini ditakutkan akan justru menutup potensi dari pemain lokal. Disisi lain, terdapat sejumlah 300 pemain yang terpantau sebagai atlet diaspora Timnas Sepak Bola Indonesia. Angka tersebut tentu terlalu besar untuk tim-tim yang bermain di lapangan.

Alangkah baiknya jika PSSI lebih bijak memilih prioritas perkembangan sepak bola Indonesia saat ini, seperti kompetisi kelompok umur dan piramida liga utama kita. Bukan berarti proses asimilasi dilarang. Namun kami berharap PSSI bisa menempatkan konteks kewarganegaraan dengan lebih bijak dan tepat waktu. Seperti Jepang dengan Ramos yang kemudian menciptakan konsistensi aturan liga yang menguntungkan timnas.

Baca Juga

Naturalisasi pada dasarnya adalah mempertahankan keindonesiaan orang Indonesia, bukan mengindonesiakan orang asing. Proses naturalisasi ini merupakan sesuatu yang panjang dan melibatkan banyak pihak, termasuk empat kementerian, yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Saat pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk pun juga masih melibatkan federasi, BIM, dua komisi di DPR RI yaitu Komisi 3 dan Komisi 10, hingga presiden. 

Naturalisasi Bukanlah Solusi Final

Naturalisasi itu bukan merupakan solusi akhir, melainkan tambahan. Dapat dianalogikan slogan 4 Sehat 5 Sempurna, komponen kelima dalam analogi tersebut adalah penyempurna seperti halnya vaksin Booster ketiga. Kecil kemungkinan 11 anggota tim semuanya merupakan pemain naturalisasi. Pemain lokal memegang peranan yang sangat penting, dengan dukungan pemain naturalisasi melengkapi susunan pemain. Perbedaan tak lagi relevan ketika telah mengenakan Jersey Garuda.

Kita harus mendukung yang berhak masuk ke Timnas adalah pemain terbaik yang memang eligible untuk bermain di Timnas Indonesia. Sehingga ketika dia sudah termasuk dalam pemain timnas, pun tidak boleh ada dikotomi lagi. Apakah merupakan pemain keturunan asing atau tidak mereka adalah pemain Tim Nasional Indonesia. 

Proses ini adalah perjalanan yang panjang. Naturalisasi pemain hanyalah salah satu langkah percepatan, sebagaimana yang diatur dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2019 tentang percepatan pembangunan sepakbola nasional, di mana pembinaan menjadi kunci utama melalui Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP), Pusat Pelatihan Olahraga Pelajar (PPOP), dan Sekolah Khusus Olahraga (SKO). Ini adalah pencapaian penting yang telah diambil oleh PSSI.

Penulis melihat bahwa tindakan PSSI ini sesuai dengan Teori Sumber Daya Manusia (Human Capital Theory) dari Gary Becker yang menyatakan bahwa individu dan organisasi harus menganggap pendidikan dan pelatihan sebagai investasi untuk menghasilkan keuntungan jangka panjang. Pembinaan usia dini adalah kunci untuk membangun tim nasional yang kuat dan berkelanjutan. 

Afdal Namakule
Penulis